Dari
hasil wawancara singkat dengan 10 teman yang merokok, ternyata kesemuanya dari
mereka tahu akan bahaya merokok. Tak hanya tahu malah, mereka cukup paham juga.
Namun, 4 diantaranya masih menentang perilaku merokok, dan 6 sisanya membiarkan
saja. Kembali kita temukan sebuah hal yang janggal; Kenapa masih ada 4 orang
yang paham akan bahaya rokok dan menentang perilaku merokok, ternyata masih
saja merokok?
Dalam Theory of Planned Behaviour yang
membahas intention (ciri/hal
yang dapat memperjelas penerapan) seseorang dalam mengambil suatu tindakan, ada
3 faktor penting yang harus diperhatikan. Mereka ialah Attitute toward behavior, subjective norms dan perceived behavior control.
Pada attitude toward behavior, mereka
tahu bahwa sebenarnya perilaku ini adalah hal yang buruk. Bisa mengganggu
kesehatan mereka, juga bisa pada orang lain. Apalagi mereka sebagai mahasiswa
yang tidak bisa dipungkiri, membawa gengsi tersendiri.
Untuk itu, masih ada rasa malu jika dilihat/diketahui oleh orang-orang tertentu
yang mereka hormati, atau masyarakat umum.

Pada perceived behavior control, meski
kontrol penuh seharusnya berda pada individu masing-masing, tapi efek candu dan
ajakan teman-teman sekitar memperlemah kontrol diri mereka untuk mengatakan Tidak! pada merokok.
Dari
paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, pemaparan akan bahaya merokok
dan himbauan untuk merokok saja tak lagi efektif. Dibutuhkan suatu pengubah
masal, proses yang cepat dan bersamaan agar tidak ada tarik-menarik lagi pada
kegiatan merokok.
Kawasan Tanpa Rokok
Dikutip
dari buku pedoman Kawasan Tanpa Rokok dari Kemenkes RI, Kawasan Tanpa Rokok adalah
ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan
memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.
Alasan
paling sederhana untuk mencanangkan ‘Kawasan Tanpa Rokok’ sebagai upaya
pembersihan Kampus dari asap rokok, pembebasan mahasiswa dari perilaku merokok
adalah dasar hukumnya yang sudah ada sehingga kita tinggal menuntut
pelaksanaannya.
Pasal 115
UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kawasan tanpa rokok
meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat
anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum
lainnya. Penetapan kawasan tanpa rokok itu wajib dilakukan
oleh pemerintah daerah.
Kembali
lagi pada definisi, Tempat Proses
Belajar Mengajar adalah sarana yang digunakan untuk kegiatan
belajar, mengajar, pendidikan dan/atau pelatihan. Sementara Sasaran Kawasan Tanpa Rokok di Tempat
Proses Belajar Mengajar nya adalah:
•
Pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat proses belajar mengajar.
• Peserta
didik/siswa.
• Tenaga
kependidikan (guru).
• Unsur
sekolah lainnya (tenaga administrasi, pegawai di sekolah).
Sehingga
dapat ditetapkan bahwa, secara hukum, penerapan Kawasan Tanpa Rokok telah
dijamin Undang-undang.
Pada pelaksanaannya, masih banyak Kampus-kampus (kam·pus n daerah lingkungan bangunan
utama perguruan tinggi (universitas, akademi) tempat semua kegiatan
belajar-mengajar dan administrasi berlangsung -KBBI) yang belum menerapkanKawasan Tanpa Rokok dengan baik
0 komentar:
Posting Komentar