Saat ini bukanlah saat untuk menyerah, tapi saat ini adalah saat untuk tetap semangat mencapai semua cita-cita
RSS

Senin, 04 April 2016

Jobless NOT Hopeless

Tak terasa, Sudah berbulan-bulan aku di kampung, tanpa kerjaan berijazah universitas, maka profil demografiku dapat digambarkan seperti ini; pengangguran intelek di soppeng, hahahha.
 
Refreshing, itulah yang kukatakan sekarang. Refreshing,secara diplomatis istilahnya begitu. Namun, yang sesungguhnya terjadi adalah ungkapan refreshing itu untuk membujuk diri sendiri. sebab aku ini tak lebih dari  jutaan orang muda berijazah perguruan tinggi di negeri ini yang gugup menghadapi masa depan. Yang pagi ini sedang mengaduk teh dan berangan akan masa depan yang lebih baik, memiliki usaha dan dapat mebelikan sesuatu untuk orang tua dari hasil keringat sendiri. Namun, angan itu hilang seiring teh tersebut mulai dingin.  Jika melihat tabiat para petinggi dan wakil-wakil rakyat di negeri ini, rasanya suram, suram sekali masa depan itu.
 
Maka aku belajar melihat hidupku dari perspektif yang berbeda. Yakni, saat-saat ini kuanggap aku tengah memberi hadiah pada diriku sendiri dengan sedikit berleha-leha di kampung, begitulah kira-kira hahhah. Toh, selama ini aku telah mendidik diriku demikian keras sejak kecil tanpa jeda, demi pendidikan itu , demi masa depan itu.

Setiap pagi kunikmati saja saat-saat ketika orang-orang disekitarku menjelma menjadi wartawan sebuah berita pagi yang tayang setiap pukul 7 pagi. Merepetlah sindiran tentang mangapa aku tak kunjung kerja, mengapa aku tidak melanjutkan sekolah, mengapa, mengapa dan why don’t you merried. Oh god make me shock. Setidaknya aku tidak kekurangan pekerjaan sampai harus mengambil pekerjaan sebagai komentator.

Betapa tak menyenangkan hidup menganggur. Berusia diatas 20 tahun , masih makan beras hasil jerih payah orang tua, masih berteduh dibawah atap rumah orang tua adalah bentuk penderitaan diam-diam, persis kanker dua belas jari yang sedang kronis.aku telah mengambil hikmah dari beragam pengalaman pahit hidupku tapi nyaris tak ada hikmah apa pun dari menganggur. Para penganggur bertempur setiap hari melawan rasa pesimis yang menggerogoti pelan-pelan, waktu yang hampir habis, kesempatan kian tipis saingan yang makin ganas, kepercayaan diri yang longsor.

Sekarang aku paham mengapa para pengangguran sering tampak seperti linglung. Dan mataku terbelalak membaca angka pengangguran Indonesia mencapai puluhan juta orang. Begitu banyak orang menderita disini. Teman, di negeri ini mengharapkan bahagia datang dari pemerintah. Lihatlah kami disini, yang menanti janji-janjimu dulu sebelum duduk di ruangan berAC dengan kursi yang empuk.
Saat ini kurasakan merupakan setiap pagi aku masih mendapati diriku sebagai seorang pemimpi. Demikian kulalui hari demi hari dengan gugup dan menerka-nerka akan masa depanku kelak.


Inspirasi dari buku Andrea Hirata MIMPI-MIMPI LINTANG hal

127
Diberdayakan oleh Blogger.