Tak terasa, Sudah berbulan-bulan aku di kampung, tanpa kerjaan
berijazah universitas, maka profil demografiku dapat digambarkan seperti ini;
pengangguran intelek di soppeng, hahahha.

Maka aku belajar melihat hidupku dari perspektif yang berbeda. Yakni,
saat-saat ini kuanggap aku tengah memberi hadiah pada diriku sendiri dengan
sedikit berleha-leha di kampung, begitulah kira-kira hahhah. Toh, selama ini
aku telah mendidik diriku demikian keras sejak kecil tanpa jeda, demi
pendidikan itu , demi masa depan itu.
Setiap pagi kunikmati saja saat-saat ketika orang-orang disekitarku
menjelma menjadi wartawan sebuah berita pagi yang tayang setiap pukul 7 pagi. Merepetlah
sindiran tentang mangapa aku tak kunjung kerja, mengapa aku tidak melanjutkan
sekolah, mengapa, mengapa dan why don’t you merried. Oh god make me shock.
Setidaknya aku tidak kekurangan pekerjaan sampai harus mengambil pekerjaan
sebagai komentator.

Sekarang aku paham mengapa para pengangguran sering tampak seperti
linglung. Dan mataku terbelalak membaca angka pengangguran Indonesia mencapai
puluhan juta orang. Begitu banyak orang menderita disini. Teman, di negeri ini
mengharapkan bahagia datang dari pemerintah. Lihatlah kami disini, yang menanti
janji-janjimu dulu sebelum duduk di ruangan berAC dengan kursi yang empuk.
Saat ini kurasakan merupakan
setiap pagi aku masih mendapati diriku sebagai seorang pemimpi. Demikian
kulalui hari demi hari dengan gugup dan menerka-nerka akan masa depanku kelak.
Inspirasi dari buku Andrea
Hirata MIMPI-MIMPI LINTANG hal
127