Saat ini bukanlah saat untuk menyerah, tapi saat ini adalah saat untuk tetap semangat mencapai semua cita-cita
RSS

Senin, 25 Maret 2013

makalah EKOLOGI GIZI


T U G A S   I N D I V I D U
Budaya dan Pola Konsumsi Masyarakat
Budaya dan Konsumsi pada Masyarakat Prakapitalis



Oleh
Y U L I A N A
(141.2011.0213)
W-5


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
TAHUN AJARAN 2012/ 2013


Daftar isi
Daftar isi………………………………………………………………….....
Kata pengantar..................................................................................................
Bab I pendahuluan…………………………………………………....….........
A.   Latar belakang………………………………………………........…….
B.   Rumusan masalah……………………………………………...………
Bab II Pembahasan……………....………………………………………....
A.   Pengertian konsumsi………………...…………………...………………
B.   Budaya dan konsumsi masyarakat prakapitalisme…………….....………
C.   Budaya konsumen……………………………………………..................
Bab III Penutup ……………………………….......…………………..……..
A.   Kesimpulan………………………………………………………....…...
B.   Saran……........…………………………………………………………..
Daftar pustaka…………………………………....…………………….…....









Kata pengantar
      Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Ekologi Gizi yang membahas mengenai Budaya dan Konsumsi Pada Masyaraka Prakapitalis.
      Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehinggga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dan tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah membimbing kami.
     Begitupun dalam makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
     Dalam penyusunan makalah ini penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun kepada pembaca umumnya.
                                                                             Makassar,    maret 2013

                                                                                             Penyusun


Bab I
Pendahuluan
A.   Latar belakang
Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung sejak manusia itu ada. Sehari-hari hidup kita, kita membeli dan mengkonsumsi berbagai luar biasa barang dan jasa. Namun, kita semua memiliki selera yang berbeda, suka dan tidak suka dan mengadopsi pola perilaku yang berbeda saat membuat keputusan pembelian. Banyak faktor yang mempengaruhi bagaimana kita, sebagai individu dan sebagai masyarakat, hidup, membeli, dan mengkonsumsi.
Manusia sebagai makhluk sosial dalam perkembangannya juga menghadapi kebutuhan sosial untuk mencapai kepuasan atas kekuasaan, kekayaan dan martabat. Karena itu manusia akan selalu hidup bersama dalam segala aspek. Termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan sosial dan ekonomi dalam rangka eksistensinya, yang mengalami dinamika dalam proses perkembangannya dari yang sederhana sampai pada yang lebih kompleks.
Pada awalnya aktivitas ekonomi masyarakat berlangsung dalam bentuk barter. Jenis dan jumlahnya ditentukan menurut kesepakatan antara pihak-pihak yang bertransaksi. Jenis komoditi yang dipertukarkan masih terbatas, baik jumlah maupun ragamnya, demikian pula pihak-pihak yang terlibat. Aktivitas ini dapat dilakukan di mana saja, tergantung dari keinginan para pelakunya.

Setiap masyarakat memiliki persepsi yang berbeda mengenai benda yang dikonsumsi. Perbedaan persepsi ini sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, bila bertemu beberapa orang dengan latar belakang budaya berbeda akan menunjukkan persepsi ini terhadap makanan yang berbeda.
B.   Rumusan masalah
1.     Apa pengertian  konsumsi?
2.     Menjelaskan Budaya dan Konsumsi pada Masyarakat Prakapitalis?
3.     Menjelaskan mengenai budaya konsumen?







BAB II
Pembahasan
A.  Pengertian  konsumsi
Dewasa ini meningkatnya arus globalisasi, termasuk globalisasi pola konsumsi makanan, tidak dapat dibendung, kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama jenis siap santap (fast food) seperti ayam goreng, pizza, hamburger dan lain-lain, telah meningkatkan tajam terutama dikalangan generasi muda dan kelompok masyarakat ekonomi menengah keatas dikota-kota besar, dipihak lain, kecintaan masyarakat terhadap makanan tradisional Indonesia mulai menurun.
Menurut Don Slater (1997), konsumsi adalah bagaimana manusia dan aktor sosial dengan kebutuhan yang dimilikinya berhubungan dengan sesuatu (dalam hal ini material, barang simbolik, jasa atau pengalaman) yang dapat memuaskan mereka. Berhubungan dengan sesuatu yang dapat memuaskan mereka dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menikmati, menonton, melihat, menghabiskan, mendengar, menghabiskan, memperhatikan dan lainnya. Jadi, pengertian konsumsi dari Slater tersebut sesuai dengan istilah mengkonsumsi seperti yang dikutip Featherstone (2001) dari Raymond Williams, sebagai merusak (to destroy), memakai (to use up), membuang (to waste) dan menghabiskan (to exhaust).
Menurut Weber, agama protestan memberikan dorongan motivasional untuk menjadi seseorang yang memiliki suatu orientasi agama yang bersifat asketik dalam dunia (inner-Worldly asceticism), yaitu suatu komitmen untuk menolak kesempatan atau sangat membatasi diri untuk menuruti keinginan jasadi atau inderawi, atau kenikmatan yang bersifat materialistik, termasuk cara konsumsi tertentu, demi meraih suatu tujuan spiritual yang tinggi, yaitu keselamatan abadi, melalui pekerjaan di dunia yang dianggap sebagai suatu panggilan.
Max Weber dalam Economy and Society menyatakan bahwa tindakan konsumsi dapat dikatakan sebagai tindkan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku dari individu lain dan oleh karena itu diarahkan pada tujuan tertentu. Sedangkan tindakan sosial itu sendiri menurut Weber terdiri dari:
1. Zweckrationalitat / instrumentally rational action / tindakan rasional instrumental yaitu tindakan yang berdasarkan pertimbangan yang sadar terhadap tujuan tindakan dan pilihan dari alat yang dipergunakan.
2. Wertrationalitat / value rational action / tindakan rasional nilai yaitu suatu tindakan dimana tujuan telah ada dalam hubungannya dengan nilai absolut dan akhir bagi individu.
3. Affectual type / tindakan afektif, yaitu suatu tindakan yang di dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar seperti cinta, marah, suka, atau duka.
4. Traditional action / tindakan tradisional yaitu tindakan yang dikarenakan kebiasaan atau tradisi.
Veblen dalam bukunya “The Theory of the Leisure Class” melihat kapitalisme industri berkembang secara barbar, karena properti privat tidak lain merupakan barang rampasan yang diambil melalui kemenangan perang.
Kapitalisme seperti ini memunculkan abseente owner, yaitu para pemilik modal yang tidak mengerjakan apa-apa tetapi memperoleh hasil yang banyak. Dengan kata lain abseente owner tersebut memiliki atau menguasai sekelompok perusahaan-perusahaan yang beragam, tetapi idak mengelola sendiri perusahaan-perusahaan tersebut namun mempekerjakan para profesional dan teknisi. Selanjutnya mereka tinggal memetik dan menikmati hasil usaha perusahaannya, tanpa berbuat banyak.
B.  Budaya dan Konsumsi pada Masyarakat Prakapitalis
Kehidupan sosial memerlukan benda-benda; karena melalui perolehan, penggunaan, dan pertukaran benda-benda, individu-individu kemudian memiliki kehidupan sosial (Lury, 1998:16). Dengan kata lain, kehidupan sosial individu-individu tidak terlepas dari hubungan dengan benda-benda yang diberi nilai pemaknaannya (Douglas dan Isherwood, 1979)
Dalam kaitannya denhan pendapat Lury serta Douglas dan Isherwood tersebut, terdapat beberapa pemaknaan sosial terhadap konsumsi benda-benda dalam kehidupan sosial masyarakat pra-kapitalis:
1.     Konsumsi sebagai Pembeda antara Kehidupan Profan dan Kehidupan Suci
Misalnya mengkonsumsi buah yang ada di atas meja makan mempunyai makna sebagai konsumsi dalam dunia profan, konsumsi dalam kehidupan keseharian. Sedangkan keranjang buah yang diletakkan di bawah pohon rindang yang besar dan angker yang biasa disebut dengan sesajen merupakan konsumsi di kehidupan suci atas
di kehidupan Sakral.
2.     Konsumsi sebagai Identitas
Rutherford (1990) dalam bukunya “Identity: Community, Culture, Difference” menyatakan bahwa identitas merupakan mata rantai masa lalu yang hubungan-hubungan sosial, kultural dan ekonomi dalam ruang dan waktu suatu masyarakat hidup. Oleh karena itu identitas seseorang berkaitan dengan aspek sosial, budaya, ekonomi dan politik dari kehidupan pada konteks ruang dan waktu.
Karena identitas berkait dengan konteks ruang dan waktu maka identitas tersebut dimiliki bersama dengan orang lain dalam konteks ruang dan waktu yang sama (inklusi) tetapi disisi lain terjadi eksklusi, yaitu mengeluarkan orang atau kelompok orang dari suatu kelompok identitas, karena perbedaan ruang dan waktu.
3.     Konsumsi sebagai Stratifikasi Sosial
Stratifikasi Sosial didefinisikan sebagai penggolongan individu secara vertikal berdasarkan status yang dimiliki. Dalam dunia keseharian, status dapat merupakan sesuatu yang diusahakan atau juga dapat merupakan sebagai sesuatu yang diwariskan. Status yang diusahakan (achieved status) adalah statu yang dicapai melalui usaha atau perjuangan dari individu atau suatu kelompok dalam masyarakat.
Sedangkan status yang diwarisi (ascribed status) merupakan status yang disebabkan oleh kelahiran seseorang dari orang yang berasal dari kelompok tertentu.
Dengan adanya Sratifikasi Sosial, maka tidak akan sama konsumsi wasit, pelatih, pemain atau penonton dalam lapangan, dan tidak akan sama juga konsumsi direktur, kepala bagian, karyawan, atasan dan bawahan di sebuah kantor.
C.  Budaya Konsumen
Untuk mengerti budaya Konsumen sebgai fenomena sosial pada masyarakat modern, Slater mengidentifikasikan beberapa karakteristik yang dimiliki oleh budaya konsumen, yaitu antara lain:
1.     Budaya Konsumen Merupakan Suatu Budaya dari Konsumsi
Ide dari budaya konsumen adalah dalam dunia modern, praktek sosial dan nilai budaya inti, ide-ide, aspirasi-aspirasi, dan identitas didefinisikan dan diorientasikan pada konsumsi daripada kepada dimensi sosial lainnya seperti kerja, kewarganegaraan, kosmologi keagamaan, peranan militer dan seterusnya.
2.     Budaya Konsumen sebagai Budaya dari Masyarakat Pasar
Dalam masyarakat pasar, barang-barang, jasa-jasa, dan pengalaman-pengalaman diproduksi agar dapat dijual di pasar kepada konsumen.


3.     Budaya Konsumen adalah, Secara Prinsip, Universal, dan Impersonal
Semua hubungan sosial, kegiatan dan objek secara prinsip dapat dijadikan komoditas. Sebagai komoditas, dia diproduksi dan didistribusikan dengan cara impersonal, tanpa melihat orang perorang atau secara pribadi, ditujukan saja kapada konsumen yang membutuhkan atau di buat menjadi membutuhkan.
4.     Budaya Konsumen Merupakan Media bagi Hak Istimewa dari Identitas dan Status dalam Masyarakat Pascatradisional
Budaya konsumen bukan diwariskan seperti posisi sosial yang melekat karena kelahiran dalam masyarakat tradisional, tetapi ia dinegosiasi dan dikonstruksi oleh individu dalam hubungannya dengan orang lain.
5.     Budaya Konsumen Merepresentasikan Pentingnya Budaya dalam Penggunaan Kekuatan Modern
Budaya konsumen mencakup tanda, gambaran, dan publisitas. Sebab itu pula, ia meliputi estesisasi komoditas dan lingkungan seperti penggunaan iklan, pengepakan, tata letak barang di toko, disain barang, penggunaan estalase, dan seterusnya.
6.     Kebutuhan Konsumen Secara Prinsip Tidak Terbatas dan Tidak Terpuaskan
Dalam budaya konsumen, kebutuhan yang tidak terbatas dipandang tidak hanya suatu hal yang normal tetapi juga diperlukan bagi tuntutan dan perkembangan sosial ekonomi.  

































Bab III
Penutup
A.   Kesimpulan
Konsumsi mempunyai  hubungan dengan sesuatu yang dapat memuaskan mereka dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menikmati, menonton, melihat, menghabiskan, mendengar, menghabiskan, memperhatikan dan lainnya.
Kapitalisme memunculkan abseente owner, yaitu para pemilik modal yang tidak mengerjakan apa-apa tetapi memperoleh hasil yang banyak. Memiliki atau menguasai sekelompok perusahaan-perusahaan yang beragam, tetapi tidak mengelola sendiri. Selanjutnya mereka tinggal memetik dan menikmati hasil usaha perusahaannya.
Pengaruh eksternal seperti budaya, etnis, dan pengaruh kelas sosial bagaimana individu konsumen membeli dan menggunakan produk. Studi budaya mencakup semua aspek masyarakat seperti agama, pengetahuan, bahasa, hukum, adat istiadat, tradisi, musik, seni, teknologi, pola kerja, produk, dll Budaya adalah sangat kritis dan semua pengaruh yang meresap dalam kehidupan.


B.     Saran
Menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu demi kesempurnaan makalah ini, penulis meminta kritik dan saran dari para pembaca.
















Daftar pustaka


0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.